BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Profesi
Akuntan Publik merupakan suatu hal yang sangat penting, khususnya bagi
aktivitas berbisnis secara sehat di Indonesia. Hasil penelitian, analisa serta
pendapat dari Akuntan Publik terhadap suatu laporan keuangan sebuah perusahaan
akan sangat menentukan dasar pertimbangan dan pengambilan keputusan bagi
seluruh pihak ataupun publik yang menggunakannya. Misalnya; para investor dalam
mempertimbangkan serta bahkan memutuskan kebijakan investasinya, para penasehat
keuangan ataupun investasi dalam memberikan arahan pada para investor terhadap
keadaan dan prospek dari perusahaan tersebut, para pemberi pinjaman (lenders) dalam
mempertimbangkan serta memutuskan langkah pemberian ataupun penghentian
pinjaman bagi perusahaan tersebut.Selama beberapa tahun terakhir ini, kasus
pelanggaran auditing terjadi di Indonesia. Contohnya saja kasus Kantor Akuntan
Publik (KAP) Drs Dadi Muchidin melalui KMK Nomor: 1103/KM. 1/2009
tanggal 4 September 2009, dengan sanksi pembekuan selama tiga bulan karena KAP
tersebut telah dikenakan sanksi peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka
waktu 48 (empat puluh delapan) bulan terakhir. Bahkan sampai saat ini, KAP Drs
Dadi Muchidin masih melakukan pelanggaran berikutnya, yaitu tidak menyampaikan
laporan tahunan KAP tahun takwin 2008. Untuk mencegah pelanggaran tersebut
terulang kembali, maka seorang calon akuntan publik dan seorang akuntan publik
harus mengetahui etika profesi dan kewajiban hukum auditor, serta standar
profesional akuntan publik.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah
yang diajukan adalah :
1. Bagaimana
etika profesi dari auditor?
2. Kewajiban
hukum apa saja yang berkaitan dengan kewajiban hukum (legal liability) bagi
auditor?
1.3
Tujuan
Berdasarkan
perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. untuk
memperolah pemahaman mengenai etika profesi auditor
2. untuk
memperoleh pemahaman atas kewajiban hukum yang berkaitan dengan kewajiban hukum
(legal liability) auditor.
BAB II
PEMBAHASAN
4.1 ETIKA
PROFESI AUDITOR
1. Definisi
Etika Profesi
Etika profesi berasal
dari dua kata yaitu etika (adat istiadat atau kebiasaan baik) dan profesi
(bidang kerja). Jadi Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral
dari sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi.
Etika profesi adalah
cabang filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral dasar atau
norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan manusia.
2. Peranan
Etika dalam Profesi Auditor
Etika profesi sangat diperlukan dalam
profesi seorang auditor, hal ini dikarenakan peranan etika profesi yang sangat
penting bagi seorang auditor. Adapun peranan etika dalam profesi auditor adalah
sebaai berikut:
a. Audit
membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan komitmen moral yang
tinggi.
b. Masyarakat
menuntut untuk memperoleh jasa para auditor publik dengan standar kualitas
yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri. Itulah
sebabnya profesi auditor menetapkan standar teknis dan standar etika yang harus
dijadikan panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit
c. Standar
etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai
orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan.
d. Kode
etik atau aturan etika profesi audit menyediakan panduan bagi para auditor
profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil
keputusan-keputusan sulit.
3. Prinsip
Etika Akuntan
Etika sudah menjadi
kebutuhan setiap orang dalam menjalankan aktivitas mereka. Etika merupakan
serangkaian prinsip atau nilai moral yang dimiliki oleh setiap orang. Kegiatan
material dan immaterial pasti mempunyai etika tersendiri, termasuk etika dalam
menjalankan profesi. Salah satu profesi yang mempunyai etika adalah akuntan
publik.
Prinsip etika akuntan
atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI,
1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan
hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut
adalah, sebagai berikut:
a. Tanggung
Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya
sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga
harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk
mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan
menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha
kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
b. Kepentingan
Publik
Anggota harus menerima kewajiban mereka
untuk bertindak sedemikian rupa demi melayani kepentingan publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
c. Integritas
Integritas merupakan kualitas yang
melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota
dalam menguji keputusan yang diambilnya. Untuk memelihara dan memperluas
keyakinan publik, anggota harus melaksanakan semua tanggung jawab profesinal
dengan integritas tertinggi
d. Objektivitas
Prinsip obyektivitas mengharuskan
anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak
berprasangka , serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh
pihak lain. Seorang anggota harus memelihara objektivitas dan bebas dari
konflik kepentingan dalam menunaikan tanggung jawab profesional. Seorang
anggota dalam praktik publik seharusnya menjaga independensi dalam fakta dan
penampilan saat memberikan jasa auditing dan atestasi lainnya
e. Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Seorang anggota profesi harus selalu
mengikuti standar-standar etika dan teknis profesi terdorong untuk secara terus
menerus mengembangkan kompetensi dan kualitas jasa, dan menunaikan tanggung
jawab profesional sampai tingkat tertinggi kemampuan anggota yang bersangkutan.
f. Kerahasiaan
Seorang akuntan profesional harus
menghormati kerhasiaanin formasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan
profesional dan bisnis serta tidak boleh mengungapkan informasi apa pun kepada
pihak ketiga tanpa izin yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban
hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya. Kewajiban
kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau
pemberi jasa berakhir.
g. Perilaku
Profesional
Seorang akuntan profesional harus patuh
pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan
yang dapat mendiskreditkan profesi.
h. Standar
Teknis
Sebagai profesional setiap anggota dalam
melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
4. Aturan
Etika Kompartemen Akuntan Sektor Publik
Aturan etika merupakan penjabaran lebih lanjut dari
prinsip-prinsip etika dan ditetapkan untuk masing-masing kompartemen. Untuk
akuntan sektor publik, aturan etika ditetapkan oleh IAI Kompartemen Akuntan
Sektor Publik (IAI-KASP). Sampai saat ini, aturan etika ini masih dalam
bentuk exposure draft, yang penyusunannya mengacu pada Standard
of Professional Practice on Ethics yang diterbitkan oleh the
International Federation of Accountants (IFAC).
Berdasarkan
aturan etika ini, seorang profesional akuntan sektor publik harus memiliki
karakteristik yang mencakup:
a. Penguasaan
keahlian intelektual yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan.
b. Kesediaan
melakukan tugas untuk masyarakat secara luas di tempat instansi kerja
maupun untuk auditan.
c. Berpandangan
obyektif.
d. Penyediaan
layanan dengan standar pelaksanaan tugas dan kinerja yang tinggi.
Penerapan
aturan etika ini dilakukan untuk mendukung tercapainya tujuan
profesi akuntan yaitu:
a.
Bekerja dengan standar profesi yang
tinggi,
b.
Mencapai tingkat kinerja yang diharapkan
c.
Mencapai tingkat kinerja yang memenuhi
persyaratan kepentingan masyarakat.
Oleh
karena itu, menurut aturan etika IAI-KASP, ada tiga kebutuhan mendasar yang
harus dipenuhi, yaitu:
a.
Kredibilitas akan informasi dan sistem
informasi.
b.
Kualitas layanan yang didasarkan
pada standar kinerja yang tinggi.
c.
Keyakinan pengguna layanan bahwa adanya
kerangka etika profesional dan standar teknis yang mengatur
persyaratan-persyaratan layanan yang tidak dapat dikompromikan.
4.2 KEWAJIBAN
HUKUM AUDITOR
1.
Tanggung Jawab Auditor
Dalam hal terjadinya
pelangaran yang dilakukan oleh seorang Akuntan Publik dalam memberikan jasanya,
baik atas temuan-temuan bukti pelanggaran apapun yang bersifat pelanggaran
ringan hingga yang bersifat pelanggaran berat, berdasarkan PMK No.
17/PMK.01/2008 hanya dikenakan sanksi administratif, berupa: sanksi peringatan,
sanksi pembekuan ijin dan sanksi pencabutan ijin.
Penghukuman dalam
pemberian sanksi hingga pencabutan izin baru dilakukan dalam hal seorang
Akuntan Publik tersebut telah melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
SPAP dan termasuk juga pelanggaran kode etik yang ditetapkan oleh IAPI, serta
juga melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
berhubungan dengan bidang jasa yang diberikan, atau juga akibat dari
pelanggaran yang terus dilakukan walaupun telah mendapatkan sanksi pembekuan
izin sebelumya, ataupun tindakan-tindakan yang menentang langkah pemeriksaan
sehubungan dengan adanya dugaan pelanggaran profesionalisme akuntan publik.
Akan tetapi, hukuman
yang bersifat administratif tersebut walaupun diakui merupakan suatu hukuman
yang cukup berat bagi eksistensi dan masa depan dari seorang Akuntan Publik ,
ternyata masih belum menjawab penyelesaian permasalahan ataupun resiko kerugian
yang telah diderita oleh anggota masyarakat, sebagai akibat dari penggunaan
hasil audit dari Akuntan Publik tersebut.
Selama
melakukan audit, auditor juga bertanggungjawab (Boynton,2003,h.68):
a.
Mendeteksi kecurangan
1) Tanggung
jawab untuk mendeteksi kecurangan ataupun kesalahan-kesalahan yang tidak
disengaja, diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit untuk mendapatkan
keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji
material yang disebabkan oleh kesalahan ataupun kecurangan.
2) Tanggung
jawab untuk melaporkan kecurangan jika terdapat bukti adanya kecurangan.
Laporan ini dilaporkan oleh auditor kepada pihak manajemen, komite audit, dewan
direksi
b.
Tindakan pelanggaran hukum oleh klien
1) Tanggung
jawab untuk mendeteksi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh klien. Auditor
bertanggung jawab atas salah saji yang berasal dari tindakan melanggar hukum
yang memiliki pengaruh langsung dan material pada penentuan jumlah laporan
keuangan. Untuk itu auditor harus merencanakan suatu audit untuk mendeteksi
adanya tindakan melanggar hukum serta mengimplementasikan rencana tersebut
dengan kemahiran yang cermat dan seksama.
2) Tanggungjawab
untuk melaporkan tindakan melanggar hukum. Apabila suatu tindakan melanggar
hukum berpengaruh material terhadap laporan keuangan, auditor harus mendesak
manajemen untuk melakukan revisi atas laporan keuangan tersebut. Apabila revisi
atas laporan keuangan tersebut kurang tepat, auditor bertanggung jawab untuk
menginformasikannya kepada para pengguna laporan keuangan melalui suatu
pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar bahwa laporan
keuangan disajikan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Lebih
jauh Soedarjono dalam Sarsiti (2003) mengungkapkan bahwa auditor memiliki
beberapa tanggung jawab yaitu:
a.
Tanggung jawab terhadap opini yang
diberikan.
Tanggung jawab ini hanya sebatas
opini yang diberikan, sedangkan laporan keuangan merupakan tanggung jawab
manajemen. Hal ini disebabkan pengetahuan auditor terbatas pada apa yang diperolehnya
melalui audit. Oleh karena itu penyajian yang wajar posisi keuangan, hasil
usaha dan arus kas sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum,
menyiratkan bagian terpadu tanggung jawab manajemen.
b.
Tanggung jawab terhadap profesi.
Tanggung jawab ini mengenai mematuhi
standar/ketentuan yang telah disepakati IAI, termasuk mematuhi prinsip
akuntansi yang berlaku, standar auditing dan kode etik akuntan Indonesia.
c.
Tanggung jawab terhadap klien.
Auditor berkewajiban melaksanakan
pekerjaan dengan seksama dan menggunakan kemahiran profesionalnya, jika tidak
dia akan dianggap lalai dan bisa dikenakan sanksi.
d.
Tanggung jawab untuk mengungkapkan
kecurangan.
Bila ada kecurangan yang begitu besar
tidak ditemukan, sehingga menyesatkan, akuntan publik harus bertanggung jawab.
e.
Tanggung jawab terhadap pihak ketiga
Tanggung jawab ini seperti investor,
pemberi kredit dan sebagainya. Contoh dari tanggung jawab ini adalah tanggung
jawab atas kelalaiannya yang bisa menimbulkan kerugian yang cukup besar,
seperti pendapat yang tidak didasari dengan dasar yang cukup.
f. Tanggung jawab terhadap pihak ketiga atas
kecurangan yang tidak ditemukan. Dengan melihat lebih jauh penyebabnya, jika
kecurangan karena prosedur auditnya tidak cukup, maka auditor harus bertanggung
jawab.
2. Pemahaman Hukum
dan Kewajiban auditor
Banyak profesional
akuntansi dan hukum percaya bahwa penyebab utama tuntutan hukum terhadap kantor
akuntan publik adalah kurangnya pemahaman pemakai laporan keuangan tentang
perbedaan antara kegagalan bisnis dan kegagalan audit, dan antara kegagalan
audit serta risiko audit.
Berikut
ini defenisi mengenai kegagalan bisnis, kegagalan audit dan risiko audit
menurut Loebbecke dan Arens (1999,h.787) :
a.
Kegagalan bisnis
Adalah
kegagalan yang terjadi jika perusahaan tidak mampu membayar kembali utangnya
atau tidak mampu memenuhi harapan para investornya, karena kondisi ekonomi atau
bisnis, seperti resesi, keputusan manajemen yang buruk, atau persaingan yang
tak terduga dalam industri itu.
b.
Kegagalan audit
Adalah
kegagalan yang terjadi jika auditor mengeluarkan pendapat audit yang salah
karena gagal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan standar auditing yang
berlaku umum.
c.
Risiko Audit
Adalah
risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan dengan
wajar tanpa pengecualian, sedangkan dalam kenyataannya laporan tersebut
disajikan salah secara material.
Bila
di dalam melaksanakan audit, akuntan publik telah gagal mematuhi standar
profesinya, maka besar kemungkinannya bahwa business failure juga
dibarengi oleh audit failure. Dalam hal yang terakhir ini, akuntan publik harus
bertanggung jawab. Sementara, dalam menjalankan tugasnya, akuntan publik tidak
luput dari kesalahan. Kegagalan audit yang dilakukan dapat dikelompokkam
menjadi ordinary negligence, gross negligence, dan
fraud (Toruan,2001,h.28).
Ordinary
negligence merupakan kesalah yang dilakukan akuntan publik, ketika menjalankan
tugas audit, dia tidak mengikuti pikiran sehat (reasonable care). Dengan kata
lain setelah mematuhi standar yang berlaku ada kalanya auditor menghadapi
situasi yang belum diatur standar. Dalam hal ini auditor harus menggunakan
“common sense” dan mengambil keputusan yang sama seperti seorang (typical)
akuntan publik bertindak.
Sedangkan
gross negligence merupakan kegagalan akuntan publik mematuhi standar
profesional dan standar etika. Standar ini minimal yang harus dipenuhi. Bila
akuntan publik gagal mematuhi standar minimal (gross negligence) dan pikiran
sehat dalam situasi tertentu (ordinary negligence), yang dilakukan dengan
sengaja demi motif tertentu maka akuntan publik dianggap telah melakukan fraud
yang mengakibatkan akuntan publik dapat dituntut baik secara perdata maupun
pidana.
Sebagian
besar profesional akuntan setuju bahwa bila suatu audit gagal mengungkapkan
kesalahan yang material dan oleh karenanya dikeluarkan jenis pendapat yang
salah, maka kantor akuntan publik yang bersangkutan harus diminta
mempertahankan kualitas auditnya. Jika auditor gagal menggunakan keahliannya
dalam pelaksanaan auditnya, berarti terjadi kegagalan audit, dan kantor akuntan
publik tersebut atau perusahaan asuransinya harus membayar kepada mereka yang
menderita kerugian akibat kelalaian auditor tersebut.
Kesulitan
timbul bila terjadi kegagalan bisnis, tetapi bukan kegagalan audit. Sebagai
contoh, jika sebuah perusahaan bangkrut, atau tidak dapat membayar hutangnya,
maka umumnya pemakai laporan keuangan akan mengklaim bahwa telah terjadi
kegagalan audit, khususnya bila laporan audit paling akhir menunjukkan bahwa
laporan itu dinyatakan secara wajar. Lebih buruk jika terdapat kegagalan bisnis
dan laporan keuangan yang kemudian diterbitkan salah saji, para pemakai akan
mengklaim auditor telah lalai sekalipun telah melaksanakannya sesuai dengan standar
auditing yang berlaku umum.
Akuntan
publik bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya, termasuk audit, pajak,
konsultasi manajemen, dan pelayanan akuntansi, sehingga jika benar-benar
terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh pihak akuntan publik dapat diminta
pertanggungjawabannya secara hukum. Beberapa faktor utama yang menimbulkan
kewajiban hukum bagi profesi audit diantaranya adalah (Loebbecke dan
Arens,1999,h.786):
1. Meningkatnya
kesadaran pemakai laporan keuangan akan tanggung jawab akuntan public
2. Meningkatnya
perhatian pihak-pihak yang terkait dengan pasar modal sehubungan dengan
tanggung jawab untuk melindungi kepentingan investor
3. Bertambahnya
kompleksitas audit yang disebabkan adanya perubahan lingkungan yang begitu
pesat diberbagai sektor bisnis, sistem informasi, dsb
4. Kesediaan
kantor akuntan publik untuk menyelesaikan masalah hukum diluar pengadilan,
untuk menghindari biaya yang tinggi.
Pemahaman
terhadap hukum tidaklah mudah mengingat pemahaman tersebut menuntut suatu
kesadaran dari perilaku-perilaku yang terlibat di dalamnya dan juga adanya
kemungkinan interpretasi yang berbeda-beda terhadap keberadaan suatu hukum.
Hal
ini juga yang terjadi pada profesi akuntan publik di mana perilaku-perilaku
yang terlibat terkadang kurang memahami secara benar apa yang telah menjadi
kewajiban yang nantinya akan mempunyai konsekuensi terhadap hukum. Suatu
pemahaman yang baik terhadap hukum akan membawa profesi akuntan publik minimal
ke dalam praktek-praktek yang sehat, yang dapat meningkatkan performance dan kredibilitas
publik yang lebih baik.
Sebaliknya
apabila akuntan publik kurang memahaminya pada iklim keterbukaan di era
reformasi seperti sekarang ini maka akan dapat membawa perkembangan fenomena ke
dalam konteks yang lebih luas pada publik yang sudah mulai berani melakukan
tuntutan hukum terhadap berbagai profesi termasuk profesi akuntan publik.
3. Kewajiban
Hukum Bagi Auditor
Auditor
secara umum sama dengan profesi lainnya merupakan subjek hukum dan peraturan
lainnya. Auditor akan terkena sanksi atas kelalaiannya, seperti kegagalan untuk
mematuhi standar profesional di dalam kinerjanya. Profesi ini sangat rentan
terhadap penuntutan perkara (lawsuits) atas kelalaiannya yang digambarkan
sebagai sebuah krisis (Huakanala dan Shinneke,2003,h.69).
Lebih
lanjut Palmrose dalam Huanakala dan Shinneka menjelaskan bahwalitigasi terhadap
kantor akuntan publik dapat merusak citra atau reputasi bagi kualitas dari
jasa-jasa yang disediakan kantor akuntan publik tersebut.
Menurut
Rachmad Saleh AS dan Saiful Anuar Syahdan (Media akuntansi, 2003) tanggung
jawab profesi akuntan publik di Indonesia terhadap kepercayaan yang diberikan
publik seharusnya akuntan publik dapat memberikan kualitas jasa yang dapat
dipertanggungjawabkan dengan mengedepankan kepentingan publik yaitu selalu
bersifat obyektif dan independen dalam setiap melakukan analisa serta
berkompeten dalam teknis pekerjaannya.
Terlebih-lebih
tanggung jawab yang dimaksud mengandung kewajiban hukum terhadap kliennya.
Kewajiban hukum auditor dalam pelaksanaan audit apabila adanya tuntutan ke
pengadilan yang menyangkut laporan keuangan menurut Loebbecke dan Arens serta
Boynton dan Kell yang telah diolah oleh Azizul Kholis, I Nengah Rata, Sri
Sulistiyowati dan Endah Prepti Lestari (2001) adalah sebagai berikut:
a)
Kewajiban kepada klien (Liabilities to
Client) Kewajiban akuntan publik terhadap klien karena kegagalan untuk
melaksanakan tugas audit sesuai waktu yang disepakati, pelaksanaan audit yang
tidak memadai, gagal menemui kesalahan, dan pelanggaran kerahasiaan oleh
akuntan public
b)
Kewajiban kepada pihak ketiga menurut
Common Law (Liabilities to Third party) Kewajiban akuntan publik kepada pihak
ketiga jika terjadi kerugian pada pihak penggugat karena mengandalkan laporan
keuangan yang menyesatkan
c)
Kewajiban Perdata menurut hukum
sekuritas federal (Liabilities under securities laws) Kewajiban hukum yang
diatur menurut sekuritas federal dengan standar yang ketat.
d)
Kewajiban kriminal (Crime Liabilities)
Kewajiban hukum yang timbul sebagai akibat kemungkinan akuntan publik
disalahkan karena tindakan kriminal menurut undang-undang.
Sedangkan
kewajiban hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia secara eksplisit
memang belum ada, akan tetapi secara implisit hal tersebut sudah ada seperti
tertuang dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar Akuntansi
Keuangan (SAK), Peraturan-Peraturan mengenai Pasar Modal atau Bapepam, UU
Perpajakan dan lain sebagainya yang berkenaan dengan kewajiban hukum akuntan
(Rachmad Saleh AS dan Saiful Anuar Syahdan,2003).
Keberadaan
perangkat hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia sangat dibutuhkan
oleh masyarakat termasuk kalangan profesi untuk melengkapi aturan main yang
sudah ada. Hal ini dibutuhkan agar disatu sisi kalangan profesi dapat
menjalankan tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat kepatuhan yang tinggi,
dan disisi lain masyarakat akan mempunyai landasan yang kuat bila sewaktu-waktu
akan melakukan penuntutan tanggung jawab profesional terhadap akuntan publik.
Dari
uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban hukum bagi seorang akuntan
publik adalah bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya sehingga jika memang
terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian pihak auditor, maka akuntan
publik dapat dimintai pertanggung jawaban secara hukum sebagai bentuk kewajiban
hukum auditor.
4. Tanggapan
Profesi Terhadap Kewajiban Hukum
AICPA dan profesi mengurangi resiko terkena
sanksi hukum dengan langkah-langkah berikut :
a)
Riset dalam auditing
b)
Penetapan standar dan aturan.
c)
Menetapkan persyaratan untuk melindungi
auditor
d)
Menetapka persyaratan penelaahan sejawat
.
e)
Melawan tuntutan hukum
f)
Pendidikan bagi pemakai laporan
g)
Memberi sanksi kepada anggota karena
hasil kerja yang tak pantas
h)
Perundingan untuk perubahan hukum
i)
5. Tanggapan
Akuntan Publik Terhadap Kewajiban Hukum
Dalam
meringankan kewajibannya auditor dapat melakukan langkah-langkah berikut :
a)
Hanya berurusan dengan klien yang
memiliki integritas
b)
Mempekerjakan staf yang kompeten dan
melatih serta mengawasi dengan pantas
c)
Mengikuti standar profesi
d)
Mempertahankan independensi
e)
Memahami usaha klien
f)
Melaksanakan audit yang bermutu
g)
Mendokumentasika pekerjaan secara
memadai
h)
Mendapatkan surat penugasan dan surat
pernyataan
i)
Mempertahankan hubungan yang bersifat
rahasia
j)
Perlunya asuransi yang memadai
k)
Mencari bantuan hukum
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mengingat
profesi akuntan publik sangat penting perannya dalam dunia bisnis di Indonesia,
maka Akuntan Publik harus selalu menjaga integritas (integrity) dan
profesionalisme melalui pelaksanaan standar dan kode etik profesi secara
konsekuen dan konsisten. Dalam setiap penugasan yang diberikan, Akuntan Publik
harus selalu bersikap independen dan menggunakan kemahiran jabatannya secara
profesional (due professional care).
Akuntan
Publik dan KAP agar menghindarkan diri dari tindakan tercela, seperti kolusi
(collusion) dengan klien atau menutupi terjadinya tindak kecurangan (fraud)
yang sangat merugikan berbagai pihak. Semoga Rancangan Undang-Undang Akuntan
Publik (RUU-AP) yang telah disusun cukup lama tersebut, segera dapat ditetapkan
oleh Pemerintah beserta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi UU-AP, sehingga
akuntan publik memiliki landasan operasional (aspek legal) yang kuat dan
masyarakat (publik) mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan malpraktik
yang melanggar kode etik profesi.
3.2 Saran
1. Setiap anggota
kelompok hendaknya menguasai makalahnya masing- masing
2. Setiap anggota kelompok
hendaknya tidak memaksakan pendapatnya masiing- masing
DAFTAR PUSTAKA
Boynton,
C William, Johnson N Raymond dan Kell G. Walter, 2003. Modern Auditing, buku
satu, edisi ketujuh diterjemahkan oleh Paul A. Rajoe, dkk, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Harahap,
Sofyan S, 2002. Corporate accountability, Media Akuntansi, No.29/November-
Desember/2002,
Penerbit Intama Artha Indonusa, Jakarta
Toruan,
L Henry, 2001. Tanggung jawab akuntan publik, Media Akuntansi, No.18/Juni/2001,
Penerbit Intama Artha Indonusa, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar